PESTA ADAT MINDIO SALURAN TALLU
Warga masyarakat Desa Pundilemo, khususnya Ba’ka menggelar ritual adat, “Mindio Saluran Tallu”. Artinya, Mandi di Saluran Air yang terbuat dari tiga batang bambu, Selasa (24/2). Ritual kebudayaan ini dihadiri langsung Bupati Enrekang, Ir. Haji La Tinro La Tunrung, camat Cendana, Kepala Bidang Pariwisata dan unsur muspika. Menurut tokoh adat di desa tersebut, ritual semacam ini digelar sekali setahun, yang
pelaksanaannya
bertepatan hari Selasa akhir pada bulan bulan Safar (bulan Islam).
“Acara ini hanya digelar pada setiap hari selasa akhir pada bulan
Safar,” kata tokoh adat tersebut.Warga masyarakat Desa Pundilemo, khususnya Ba’ka menggelar ritual adat, “Mindio Saluran Tallu”. Artinya, Mandi di Saluran Air yang terbuat dari tiga batang bambu, Selasa (24/2). Ritual kebudayaan ini dihadiri langsung Bupati Enrekang, Ir. Haji La Tinro La Tunrung, camat Cendana, Kepala Bidang Pariwisata dan unsur muspika. Menurut tokoh adat di desa tersebut, ritual semacam ini digelar sekali setahun, yang
Sementara, Bupati pada kesempatan itu sangat mengharapkan, agar kelestarian adat istiadat seperti ini tetap dijaga. “Bangsa yang maju ditentukan dengan kebudayaannya yang tetap terjaga kelestariannya,” jelas Bupati.
Pada prosesi adat Mindio Saluran Tallu itu, dimulai dengan Masajo (pembacaan puisi-puisi yang isinya berupa pesan-pesan leluhur”, Menciprakan air yang diambil dari air saluran bambu yang terdiri dari tiga buah, kemudian acara mindio atau mandi di saluran bamboo tersebut.
Pada acara terakhir ini, Bupati Enrekang bersama para undangan melakukan prosesi mindio. Dilanjutkan masyarakat yang hadir. Selain mandi, masyarakat juga mengambil air dari saluran bambu itu, karena dipercaya mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit.
Selain pesta adat Mindio Saluran Tallu, Dusun Ba’ka juga memiliki gua yang didalamnya tersimpan berbagai macam peninggalan tentara Belanda. Ada mimbar yang terbuat dari batu, dan tengkorak manusia. Bahkan, disebelah goa tersebut, ada makam leluhur yang menyerupai Mumi.
MACCERANG MANURUNG DI KALUPPINI KECAMATAN ENREKANG
Maccerang Manurung adalah salah satu tradisi budaya yang ada di Kabupaten Enrekang. Perhelatan budaya ini diadakan sekali dalam 8 tahun di Desa Kaluppini Kec. Enrekang sekitar 9 km dari Ibukota Kabupaten. Maccerang Manurung banyak dikunjungi orang bukan hanya pengunjung lokal tetapi juga dari luar propinsi bahkan perantau yang pulang dari Malaysia.
Maccerang Manurung dilaksanakan dengan maksud memohon keselamatan dan rezeki dalam menjalani kehidupan sekarang dan masa yang akan dating. Dalam penyelenggaraan Maccerang Manurung ini ada beberapa ritual atau prosesi yang harus dilalui antara lain :
1. MAPPABANGUN TANA
Maccerang Manurung adalah salah satu tradisi budaya yang ada di Kabupaten Enrekang. Perhelatan budaya ini diadakan sekali dalam 8 tahun di Desa Kaluppini Kec. Enrekang sekitar 9 km dari Ibukota Kabupaten. Maccerang Manurung banyak dikunjungi orang bukan hanya pengunjung lokal tetapi juga dari luar propinsi bahkan perantau yang pulang dari Malaysia.
Maccerang Manurung dilaksanakan dengan maksud memohon keselamatan dan rezeki dalam menjalani kehidupan sekarang dan masa yang akan dating. Dalam penyelenggaraan Maccerang Manurung ini ada beberapa ritual atau prosesi yang harus dilalui antara lain :
1. MAPPABANGUN TANA
Dilakukan di Datte – Datte untuk menghadapi 8 tahun ke depan dengan harapan selamat sentausa menempuh kehidupan yang akan dating supaya rezeki lebih melimpah dari apa yang sudah dilalui :
Urutan Pemangku Adat :
Tomatua
Ada’
Tomakaka
Bilala
Katte’
Indo Guru (Imam)
Hasil Musyawarah Pemangku Adat :
Dipasilatui to taun dibokoi, dipeta’daisi barakka’na to taun diloloi, dipadape dipaliwanni to mane diloloi, lapeta’dai to kulle lapeta’dai to dalle’, masapau masagau.
Kemudian beras dibuat peong. Apabila beras sudah dimasak lalu ayam disembelih sebanyak :
1. Passapa’ : 1 ekor ayam jantan warna merah
“ disapai kedeen panggaukan ta’ marundun lalan, pikedoan ta’ martundun lalan.”
2. Tomakaka : 1 ekor ayam jantan warna merah
3. Kali : 1 ekor ayam betina warna dengen
4. Paso’ mane : 1 ekor ayam betina warna hitam
5. Ada’ : 1 ekor ayam jantan warna merah
6. Imam : 1 ekor ayam betina warna dengen
7. Paso’ baine : 1 ekor ayam betina warna hitam
8. Tomatua Pa’bicara Pondi : 1 ekor ayam jantan warna merah
9. Katte’ Pa’bicara Pondi : 1 ekor ayam betina warna dengen
10. Bilala’ : 1 ekor ayam betina
11. Tomatua Pa’bicara Lando : 1 ekor ayam jantan warna merah
12. Katte’ Pa’bicara Lando : 1 ekor ayam betina warna dengen
13. Bilala’ Pa’bicara Lando : 1 ekor ayam betina warna hitam
14. Pande Tanda : 1 ekor ayam jantan
Tappuare : 1 ekor ayam jantan
Setelah itu 8 ayam Tomassituru :
1. Pu Mattawa : 1 ekor
2. Pu Nipa : 1 ekor
3. Pu Bora : 1 ekor
4. Pu Andungan : 1 ekor
(orang pertama yang menjabat Massituru’)
5. Tomaraun : 1 ekor
6. Nene Pangga : 1 ekor
7. Nene Kajara : 1 ekor
8. Nene Sekka : 1 ekor
Ayam berikutnya adalah :
1. Ambe Lorong : 1 ekor ayam jantan Warna Ara’
2. Lappung : 1 ekor ayam jantan Warna merah kakinya hitam
3. Balibi : 1 ekor ayam jantan sebagai panglima
4. Kaliabo : 1 ekor ayam jantan Warna Putih
5. Ceppaga : 1 ekor ayam jantan Warna merah
6. Bulusirua : 1 ekor ayam jantan
7. Ijo : 1 ekor ayam jantan
Ambe Kombong : 1 ekor ayam jantan
Dan seterusnya adalah ayam tau pedare’ (masyarakat umum)
2. MACCE’ DO MANYANG
Tuak manis yang ada di dalam teko (bamboo) disirakan ke daun pisang sedikit, dan sisanya diminum. Bacaannya sama dengan bacaan ketima ma’jaga (3 bulan).
3. MA’JAGA BULAN ( 3 bulan lamanya )
Dimulai 3 bulan sebelum Maccerang Manurung, setiap hari jumat sampai 3 bulan sappe bulan (melihat tanggal berdasarkan penghilatan bintang di langit). Tujuannya (dibaca pada saat ma’jaga) :
“ Kela Malaga – lagai (pelambe), peta’dai to kulle’ peta’dai to kamalagaran, keleppanganna to disesa, kebakkaranna to barang apa kamalagaranna to taun, kemeloronganna to belajen, kemeccollitanna to daun kaju, membunbun mennissi jiong, turuppa to membua jao, kaissipa to salu, bakkapa to barang apa sitambenan baliba’tan, siloronganna to kaju bue, sisokkoan takin dale, sininna na rande tana, sininna na tongko’ langi’”
4. MA’ PEONG Di BUBUN NASE
Bubun Nase berjarak 200m di lembah sebelum naik ke Datte – Datte.
Ada 4 sumur yaitu :
1. Bubun Nase (satu-satunya tempat ma’peong)
2. Bubun Kariango
3. Bubun Tumea
4. Bubun Kajao
Antara sumur yang satu dengan sumur yang lain berjarak ratusan meter. Bacaannya :
“Ku peta’dai barakka’na salama dipugaukki tijio meccerang manurung. “ Ma’ peong dilakukan pada hari jumat pagi ketika maccerang manurung.
5. MASSO’ Di GANDANG
Setelah shalat jumat, perangkat pelaku adat berangkat dari mesjid ke sapo menuju lapangan Datte-Datte di pelataran mesjid. Setelah itu gandang dikeluarkan dari dalam mesjid untuk dijemur sebentar di atas batu, sehabis shalat jumat barulah gandang diangkat dan digantung oleh Pande Gandang.
Ayam bolong diawa dari sapo, ayam Paso mane disembelih oleh Paso di atas gandang. Setelah disembelih, gandang diso,di (pemukulan 1 gendang) sebagai tanda peresmian pembukaan acara maccerang amnurung.
Gandang Juma’ 3 x , Gandang diji’jo, Baramba Parindi’, Lomba, Buttu Beke dan Gandang Siala. Setelah itu bubar.
6. LIANG WAI
Pada hari minggu pagi Liang Wai dibuka. Diadakan acara Ma’ Peong di lapangan Liang dengan menyembelih satu ekor ayam hitam.
7. SIPALLOLONGAN / TUDANG ADA’ ( Pada Malam Senin )
Para pemangku adat turun dikolong rumah adat ( sullung ) untuk makkelong osong sekitar jam 12 malam. Setelah itu botting ada’ laki-laki ( semua pemangku adat beserta istrinya ) dengan menggunakan baju adat dan baju tokko, selanjutnya menuju Datte – Datte untuk Sumajo. Urutan Pembawa Sumajo sebagai berikut :
1. Paso
2. Tomakaka
3. Ada’
4. Tomatua Pa’bicara Pondi
5. Tomatua Pa’bicara LAndo
6. Pande Tanda
7. Tappuare
8. To Massituru
9. Ambe Lorong
10. Ambe Kombong
8. Pada hari senin pagi menyembelih ayam dengan jumlah yang sama pada waktu ma’pabangu tana. Setelah itu penyembelihan tedong peppalitan (kerbau persatuan masyarakat) dan tedong bolong (sumbangan dari siapa saja yang ingin berpartisipasi). Apabila tedong peppalitan sudah disembelih Tappuare melakukan sumajo lalu makan siang. Acara ini sekaligus sebagai pengambilan sumaph jabatan sebagai puncak acara. Acara selanjutnya adalah kembali ke sapo adan acara selesai.
9. MATALUNNA
3 hari setelah hari senin ( hari terakhir acara Maccera Manurung ) yakni hari kamis (berdasarkan kelender tahun 2006 pada saat diadakan Pesta Adat Maccera Manurung 8 tahun) kepala kerbau (tedong peppalitan) dimasak yang biasa disebut ma’jaga puli bota atau penutup. Pada acara ini gendang dimasukkan kembali ke dalam mesjid, dan secara keseluruhan acara selesai.
10. MASSIMA’TANA
7 hari setelah hari senin (hari teakhir acara Maccera Manurung) atau senin berikutnya diadakana ma’peong di Palli.
Ada 9 keturunan langsung Tomanurung yaitu :
1. Torro di Palli
2. Torro di Timojong
3. Torro di Lalikan
4. Torro di Wajo
5. Inja di Bone
6. Inja Di Luwu
7. Inja di Mandar
8. Inja di Karasa
9. Inja di Malepong Bulan Tana Toraja
MAPPARATU TA’KA
Yaitu Maccerang Manurung yang dilaksanakan setiap tahun di liang dengan prosesi yang sama pada acara Maccera Manurung untuk 8 tahun. Pada hari minggu dilakukan prosesi untuk meminta obat ( meta’da’ pejappi ), tetapi untuk Maccera Manurung yang diadakan setiap tahun ( mammaratu ta’ka) dilakukan pada hari senin.
Pesta adat Maccerang Manurung yang dilakukan setiap tahun ( tahun Bo’bo ) memiliki rangkaian acara :
1. Massima’ Tana Ma’peong di Batu Battoa
2. Mapatarakka Banne di Datte – Datte
3. Meta’da wai di bulung (sebuah sumber mata air)
4. Ma’tunung ( Ma’peong ) di Batu Battoa
5. Meta’da Pejappi di Liang
6. Meta’da kasawean di batu Battoa di Kajao
7. Masalli’ Babangan
8. Mappammula Rangnganan
9. Mapparatu Ta’ka
SAPO BATTOA
Rumah
Adat yang berdiri di belakang mesjid. Mempunyai 5 petak/lontang dan 33
tiang. Di atas rumah terdapat kandawari (stage) tempat raja, tambing
(tempat Rakyat) dan pelataran bawah. Jadi ada 3 tingkatan. Rumah ini
adalah tempat bermusyawarah apapun yang akan dilakukan di Desa
Kaluppini. Tambing adalah tempat dalam sebuah rumah yang membedakan
rumah adat ini dengan daerah lain di Sulawesi Selatan. Sapo Battoa
mempunyai tempat tersendiri yang disebut Pa’nenean dengan tinggi 50 m,
panjang 2 m dan lebar 3 m.
GANDANG
Gendang ini disimpan dalam
mesjid. Nanti dikeluarkan bila ada acara Maccerang Manurung. Gendang
dijemur dibatu ( menurut masyarakat setempat batu inia adalah tempat
menghilangnya 9 bersaudara Tomanurung sehingga jumlah batunya pun
Sembilan. Batu ini berada di sisi kanan mesjid. Gendang ini mempunyai
pasak 42 kali 6 lingkaran, terbuat dari kayu cena’ duri dan kulit kerbau
(belulang). Kulit kerbau ini diganti 1 x 8 tahun.
DATTE – DATTE
Lokasi date-datte sekitar 700 m dari jalan raya di atas gunung tempatnya di depan mesjid. Lebarnya 14 m x panjang 14 m. tempat Masso’di Gandang 6 x 3 m. Dibawah pohon beringin adalah tempat membagi makanan setelah dimasak pada hari pelaksanaan Maccerang Manurung. 20 m setelah lokasi date- date (jalan menuju ke mesjid) ditandai dengan batu besar adalah tempat yang menjadi batas lokasi di mana orang yang tidak boleh merokok. 17 m di depan sapo (rumah adat) adalah lokasi penyembelihan Tedong Peppalitan yang dikunjungi oleh ribuan orang untuk melihat prosesi penyembelihan. Rumah adat dijaga oleh Saiba. Tedong Peppalitan dimasak tanpa garam di sebuah tempat (rumah beratap) di depan Sapo Battoa. Adapun yang menjadi pelaksana Maccerang Manurung adalah Tomakaka dan Paso. Di samping lokasi Datte – Datte tersedia tempat duduk Sembilan bersaudara (batu yang dikeramatkan) yang diberi janur kuning di atasnya dan pada saat Maccera Manurung tidak boleh diduduki orang.
LIANG WAI
Temapt pengambilan air Dewata di kakoi yakni kampong Kajao Desa Kaluppini dengan jarak dari Datte – Datte sekitar 400 m.
0 komentar:
Posting Komentar